Sabtu, 31 Agustus 2013

Di Sebuah Pagi

Akhir-akhir ini gue sering banget bangun subuh-subuh, kata guru agama SMP gue dulu, bangun subuh-subuh itu bagus. Udara subuh, kata beliau bisa membuat otak fresh dan kita bisa sejenak melupakan masalah dalam hidup. Ternyata emang bener kok.  

Dari pagi juga, gue belajar tentang awal. Dan awal hariku, sepatutunya dimulai dengan sapaanmu. Apa sih…

Pagi itu luar biasa. Kau bisa menghirup udara yang masih segar. Kau bisa mendengar kicauan burung. Kau bisa melihat embun pada tanaman. Kau bisa mendengar ataupun membaca ucapan selamat pagi dari orang-orang yang kau sayang.

Jika ada yang mengucapkan.


Gue menulis semua ini juga karena panggilan pagi. Pagi mengajak gue untuk bersyair ria. Ditemani secangkir kopi. Sweet.



kopi pertama pagi ini. Manis, terlalu cepat dingin. Seperti janji yang kau ucapkan, dan tak pernah kau tepati.

Uh.


Pagi itu masih sepi, kopi yang ada di depan mata, Ku seduh sendiri, tak peduli sudah berapa kilo caffeine yang masuk dalam tubuh ini. Nikmatnya mengopi di pagi hari, tak ada yang bisa menghalangi. Mungkin, jika ada kamu, kopi ini lebih nikmat untuk aku nikmati. Untuk saat ini, aku nikmati sendiri.

Kalo kata orang Jawa sih, Ngopi tanpamu itu berasa "Adus gak Andukan"


Masih terlalu pagi, waktu menunjukan pukul 03:03. Bintang berkumpul bersama, bulan sabit tipis membentuk sebuah lengkungan senyuman, langit pagi itu, mengajak ku berhalusinasi.

Kopi pertama pagi itu, habis.


“Nanti suatu saat, akan ada aku yang setia menikmati Kopi buatanmu lalu kau kan kuberi kecupan lembut di pagi hari,” Ucapku, berkhayal.

Kopi kedua hari itu, ku buat, sengaja sedikit pahit.

Gue menulis semua ini diatas balkon rumah, rasa dingin sangat begitu menyengat tubuh. Gue liat celcius di hape nunjukin kalo waktu itu cuaca sedang bersuhu 18 derajat. Sangat dingin untuk wilayah kota Semarang.

But..

“Dingin nya pagi hari ini tak sedingin kamu yang saya tau sekarang ini.”

Setau gue, semua mantan pacar gue sekarang udah dingin semua terhadap gue. Harus jadi penghangat model apa gue? Supaya, seenggaknya kita berteman kek. Dulu, sebelum ada sebuah ‘hubungan’ kita temen baik, setelah ada ‘hubungan’ kenapa kita jadi gak kenal sama sekali? Kalian semua amnesia? Gue harap tidak.


Tanpa sadar, waktu udah nunjukin pukul 05:00. Ternyata, gue tertidur diatas laptop, belum ada sinar matahari waktu itu. Ada yang lebih dulu menyapa dari hangat matahari..bahasa cinta yang kau kirim lewat mimpi.


Pagi memang membuat kita mudah ber-syair. Kalian bagaikan pujangga yang gak pernah kehabisan kata-kata. Coba deh.




Waktu menunjukan pukul 05:35. Matahari sudah bangun dari tidurnya. Para insomnia mulai mencuci cangkir kopinya.

Gue sedikit melakukan olahraga pagi itu, mentari pagi memantul di mata gue. Jadi teringat, mantan gebetan gue dulu. Dia selalu membangunkan gue dengan ucapan “Selamat pagi, mentari pagi-ku..” ucapan yang cukup manis untuk memulai hari.

“Kau selalu menyebutku mentari pagi..semoga artinya aku semangat untuk memulai hari, bukan yang mematahkan mimpi..”

Sekarang gue baru ngeh, kenapa dia manggil gue “mentari pagi-ku”.

Setiap pagi. 

Yang tak pernah kembali.







Minggu, 18 Agustus 2013

Cinta Dalam Diam



Hidup semakin cepat berputar, gue semakin menua, tak terasa kesendirian ini sudah berlangsung lama. Rasa ingin memiliki itu ada, tapi entah tak tau cara mendapatkannya, mungkin belum waktunya, mungkin.

Jodoh ada di tangan Tuhan. Tuhan ada di mana-mana. Tapi  katanya kalo jodoh gak ke mana. Nah loh, jadi bingung jodoh ada di mana? 


Merenung, dengan ditemani sebuah kopi, malam itu.


Menghirup aroma Coffee, membuat sel otak ini ingin sekali ‘sok’ romantis, didalam kesendirian yang tak bertuan.


Seperti kopi dan embun malam, paduan yang sempurna… Seperti itu kita. Semestinya.

Tsah.



Jujur aja gue lagi naksir sama cewek, satu sekolahan sama gue. Akhirnya, gue naksir cewek. Dan mengakhiri spekulasi semua kalau gue ini bukan seorang remaja SMA yang homoseksual.

Yak, si Lara, namanya. Dia adalah, cewek kelas sebelah. Akhirnya kelas kita deket. Dulu.. kelas dia ada diatas dan kelas gue ada di bawah. Seperti biasanya, setiap gue naksir cewek, pasti berakhir cuma sekedar ‘naksir’, saking lamanya jomblo gue sampai buta akan dunia cinta. Tak tau cara harus memulai.

Setelah putus dari mantan gue dulu yang entah apa kabarnya, gue seakan enggan untuk memulai cinta yang baru, bukan karena trauma, bukan karena belum bisa Move On, diri gue aja yang enggan untuk memulainya, gue canggung akan cinta.

Dapet kabar si Lara, habis putus sama cowoknya sebulan yang lalu, gue cuma bisa tersenyum. Rasa gengsi yang besar, mengalahkan segala rasa yang ada. Cukup, menjadi pecinta dia dalam diam. Menyedihkan. Maybe.

Pengin-nya sih:



Setelah melamunkan akan hal ini, gue curhat sama Azka, temen Yahoo masenger gue, Azka adalah temen dunia maya gue. Anehnya kita gak pernah ketemu di dunia nyata, tapi ntah kenapa dia nyambung aja, kalo gue ajak cerita. Mungkin dalam hidup gue  dia masuk kategori temen nyata yang ada di dunia maya. Kadang temen di dunia nyata malah maya. kadang baik, kadang cuma pura-pura baik. Gue bukan anak musiman, hal apa yang gue suka, gak langsung gue tinggalkan begitu saja, ngikutin jaman. Yak, gue masih sering online YM. Setelah ngalor-ngidul bicara, ternyata si Azka juga pernah ngelakuin apa yang sedang gue rasakan. Mencintai dalam diam. Karena, si Azka sudah lebih dulu merasakan asem-manis-nya mencintai orang dalam diam, dia ngomong ke gue: Jika cinta ungkapkan saja. Mencintai dalam diam itu seperti telah membungkus sebuah kado tapi tak pernah memberikannya. It’s a kampret. It’s true.

Seperti halnya yang dikatakan Raditya Dika dalam buku Marmut Merah Jambu, orang yang jatuh cinta diam-diam adalah orang yang jatuh cinta sendirian. Terlihat begitu menyedihkan, nasib orang yang jatuh cinta dalam diam. Huft.

Mungkin jika teori: Bila diam adalah emas itu nyata adanya.. Mungkin gue akan menjadi orang yang paling kaya di dunia ini. Karena mencintainya terlalu diam. Terlalu lama memendamnya, mungkin cinta ini akan membisu, Tanpa kata. Tanpa makna. Sia-sia. Tak berguna.

‘Akan ada pengecut baru disini. Setelah ia, si pengecut yang menyekap harapnya sendiri, kini hadirlah ia yang mengutuk cintanya agar tak pernah berbunyi.. dan keduanya masih terlalu takut mengusik damaimu,’ kata gue, ngomong pada diri sendiri.

Banyak orang yang bilang, cinta itu harus diungkapkan, bahkan diri gue sendiri juga bilang. Malang, sangat malang. Karena bagi seorang pecinta dalam diam, meski ia membiarkan bibirnya membisu, namun dia yakin, matanya mampu mewakili bibirnya untuk berbicara.



Gue kembali menanyakan pada si Azka, ‘Nah, terus, akhirnya nasib kamu menjadi pecinta dalam diam gimana, Ka?' tanya gue. ‘Saran aku sih, mending kamu jujur aja deh, tinggalin rasa gengsi itu. "Pada akhirnya, orang yang jatuh cinta diam-diam hanya bisa mendoakan dan orang yang jatuh cinta diam-diam pada akhirnya menerima. Menerima cintanya tak berbalas, menerima dan mendoakan orang yang disukainya bahagia dengan orang lain,  kata Azka, ditulis miring, semacam memberi quote ke Gue.

Beh. Skak mat.








Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...