Jumat, 06 Mei 2016

Hidup adalah Tanda Tanya


“Seperih apa pun cerita kehidupan yang kau alami, mau tidak mau kau harus tetap berjalan melewatinya.”





Haloo.. udah lama kali gak nyambangin Blog ini. Rasanya ada hal yang sangat aneh waktu nulis lagi. Ada rasa kaku, layaknya seorang jomblo akut yang baru saja deketin cewek setelah sekian lama. 


Dulu, gue kalo nulis suasananya harus tenang.. di café nongkrong sendirian sampe larut malam, seringkali gue lakuin. Gue juga sering nulis di kamar kost-an penuh kenangan waktu SMA dulu kalau udah bener-bener full beban pikiran. Jaman SMA gue orangnya baperan. Kalo udah galau, pasti larinya ke laptop buat ngetik apapun, masih banyak sebenernya folder tulisan yang ada di laptop gue yang gak gue posting, karena sering juga gue nulis tapi berhenti di tengah jalan, terus waktu mau ngelanjutin nulis, suasana hati gue udah gak sama dengan tulisan yang gue tulis, jadi males ngelanjutin. Hampir 80 persen tulisan gue waktu SMA dulu tentang percintaan, dan kocaknya ternyata gue ketika SMA pacaran cuma sekali, tapi tulisan gue tentang cinta mungkin udah bisa dibuat novel setebel novel Harry Potter. 

Ada banyak kesimpulan yang gue dapet dari perjalanan hidup gue ini:

gue dulu orangnya labil,
gue dulu terlalu melankolis,
gue emang doyan nulis,
dan mungkin.. gue orangnya setia. Tsah. Gue bukan tipe cowok yang pernah ada rasa ingin mendua ataupun mengakhiri sebuah hubungan ketika ada pertengkaran dalam sebuah hubungan. Jika memang hubungan itu akhirnya berakhir, pasti dari doi yang memutuskan. Bagi gue mengakhiri sebuah hubungan sama saja menidakpedulikan semua suka duka yang dulu pernah dilakukan bersama. Cowok Capricorn mah emang gini..


Dan mungkin gue dulu emang terlalu melankolis, nonton siaran NatGeo Wild aja gue sering nangis.



Perjalanan hidup emang gak bisa ditebak. Kita mungkin bisa merencanakan, tapi kenyataan terkadang tidak sesuai dengan harapan. Banyak orang jatuh karena hal ini. Gak munafik, termasuk gue. Di dalam perjalanan hidup gue yang sudah bisa dianggap sebagai anak dewasa ini, gue termasuk orang yang beruntung. Tuhan selalu memberi apapun yang ingin gue inginkan. Tapi terkadang gue kurang bersyukur, gue sering membandingkan diri gue dengan orang lain. Gue hanya melihat ke atas, tanpa melihat ke bawah. Hal ini yang sering membuat gue jatuh. 


“Jangan terlalu banyak memberikan dirimu waktu serta ruang untuk berdebat dengan batin. Nanti hidupmu lelah.”


Hidup ini bukan perlombaan. Namun, beberapa hal memang harus kita menangkan. Agar jelas kemana arah kaki dilangkahkan. Gue mungkin termasuk anak muda yang mempunyai cita-cita yang tinggi.


Tapi sadar gak? Semakin tua, semakin menyusut cita-cita kita. Misalnya, waktu kecil ditanya, “besok kalo gede mau jadi apa?” lalu kita menjawab “mau jadi Presiden,” lambat laun, jawaban itu berubah walaupun belum mengalami perbubahan jawaban yang signifikan, “besok kalo gede mau jadi apa?” lalu kita menjawab, “mau jadi pilot kalo gak pak polisi,” waktu terus berjalan. Jawaban semakin jauh dari cita-cita masa kecil, “besok mau jadi apa?” dan kita menjawab dengan kenyataan yang ada, “yang penting dapet kerja yang jelas, sekarang jadi pegawai aja saingannya jutaan orang”.

Tidak ada yang salah dari orang yang berharap. Tapi sudah siapkah kalo harapan itu tinggal sebuah harapan?

Dalam tahapan hidup. Mungkin gue merasakan gagal yang amat terasa, baru sekali.



Gue gagal masuk Akademi Kepolisian.


Waktu itu gue sangat kecewa sama diri gue sendiri. Kenapa gue dulu gak belajar serius waktu SMA. kenapa gue terlalu santai menjalani kehidupan waktu SMA. kenapa gue gak mempersiapkan diri buat harapan gue. Penyesalan waktu itu menggerus pikiran gue.


Dari sini gue mulai paham. Kegagalan dalam dunia percintaan, tidak ada apa-apanya dengan kegagalan dalam kehidupan.

Sangat jauh.

Bagi gue, cinta adalah bumbu dari sebuah kehidupan. Sebuah masakan tanpa bumbu akan terasa hampa, akan tetapi makanan itu tetap bisa dimakan. Begitu pula dengan hidup. Hidup tanpa cinta memang akan terasa hampa. Tapi tanpa cinta hidup tetap bisa berjalan.



Mungkin, ini alasan gue juga. Mengapa gue selalu lama memiliki seorang pasangan setelah gue berpisah dengan pasangan gue yang dulu. Gue bukan tipe orang yang terburu-buru mencari cinta baru. Gue bukan tipe orang yang takut akan kesendirian. Entah mengapa, gue lebih suka memantaskan diri terlebih dahulu. Gue pengin sosok pasangan gue kelak, bangga dengan gue. Gue juga bukan tipe cowok yang suka berpikiran, “coba kalo aku gak gini, apa kamu mau sama aku?” atau “coba kalo aku belum kayak gini, apa kamu mau sama aku?” bagi gue, apabila keberhasilan gue adalah sebuah nilai plus dimata cewek, gue malah akan lebih bangga dengan hal itu. Toh, keberhasilan lelaki, kelak juga untuk wanitanya..


Kembali.



Sekarang gue hampir menginjak kepala 2. Tak disadari juga, kekecewaan gue terhadap diri sendiri, sudah mulai hilang. Gue sekarang sekolah di sekolah yang mungkin bisa menggiring gue ke dalam cita-cita gue. Menjadi seorang pemimpin di sebuah daerah.


“Ada jalan yang lurus dan begitu mulus. Ada juga yang berliku dan penuh lubang. Semakin keras usahamu sampai pada tujuan akhir, Tuhan akan semakin tak tega membiarkanmu berakhir pada keterpurukan.”




Yaps, gue sekolah di Institut Pemerintahan Dalam Negeri atau sering dikenal IPDN. Sekarang gue udah tingkat 2. Sebentar lagi udah mau naik tingkat 3. Tidak terasa. Sebentar lagi gue merasakan yang namanya dunia kerja, dunia yang sama sekali belum gue pikirkan. Tapi mau apalagi, hidup terus berjalan, broh.




Yang dulunya gue selalu berpakaian apa adanya. Sekarang kerapihan dan performance adalah yang paling utama.


Berat memang awalnya, menjalani kehidupan di asrama. Rasa rindu ingin bebas selalu ada ketika kehilangan motivasi dalam masa pendidikan. Yakinlah, susah sekarang adalah bahagiamu kelak.


“Karena hidupku hanya sekali, keinginan terbesarku adalah bisa membahagiakan kedua orang tuaku berkali - kali.”


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...